Blogger news

Sabtu, 18 April 2015

KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ



KHALIFAH ABU BAKAR ASH-SHIDDIQ

Ia adalah 'Abdullah bin 'Utsman bin Amir bi Amru bin Ka'ab bin Sa'ad bin Tayyim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ay bin Ghalib bin Quraisy. Bertemu nasabnya dengan nabi pada kakeknya Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai, dan ibu dari abu Bakar adalah Ummu al-Khair salma binti Shakhr bin Amir bin Ka'ab bin Sa'ad bin Taim yang berarti ayah dan ibunya sama-sama dari kabilah Bani Taim.
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad. Nama yang sebenarnya adalah Abdul Ka'bah (artinya 'hamba Ka'bah'), yang kemudian diubah oleh Muhammad menjadi Abdullah (artinya 'hamba Allah'). Muhammad  memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya 'yang berkata benar') setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Mi'raj yang diceritakan oleh Muhammad kepada para pengikutnya, sehingga ia lebih dikenal dengan nama "Abu Bakar ash-Shiddiq".[1]
Pada masa jahiliyah, Abu Bakar dikenal sebagai seorang yang jujur, berakhlak mulia, dan mahir dalam berdagang. Hal ini diketahui oleh semua manusia sehingga ia sering didatangi oleh para pemuda Quraisy untuk diminta keterangan tentang ilmu pengetahuan, strategi berdagang, dan sopan santun. Selain itu, Abu Bakar juga termasuk salah satu dari ahli nasab Quraisy.[2]        
Proses pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah dilakukan di dalam satu musyawarah atau pertemuan di Sagifah Bani Saidah (sebuah Balairung di kota Madinah). Pertemuan tersebut diadakan oleh orang-orang Anshar, dalam rangka memilih seorang Khalifah sebagai pengganti Rasulullah SAW. hal itu mereka lakukan dikarenakan saat itu orang-orang Anshar dan Muslimin lainnya berkeyakinan, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menunjuk seseorang sebagai penggantinya.
Pada awalnya kaum Anshar akan mengangkat seseorang dari mereka, yaitu Saad bin Ubadah untuk menduduki jabatan Khalifah. Namun setelah beberapa tokoh Muhajirin menyusul datang dan ikut bermusyawarah, maka diantara orang-orang Anshar ada yang bersikap agak lunak dan menyarankan agar dari Anshar diangkat seorang Amir dan dari Muhajirin diangkat seorang Amir. Tapi Alhamdulillah, setelah Abu Bakar berpidato dan menerangkan keutamaan Muhajirin untuk menduduki jabatan Khalifah, maka akhirnya orang-orang Anshar menyadari hal tersebut dan menerima saran-saran dari Abu Bakar. Selanjutnya Abu Bakar mengakhiri pidatonya dengan sarannya, agar hadirin mengangkat salah satu dari sesepuh Muhajirin yang hadir di pertemuan tersebut, yaitu Umar atau Abu Ubaidah Ibnul Jarroh.
Mendengar saran yang penuh dengan keikhlasan dari Abu Bakar tersebut, Umar langsung menyahut : “Tidak, tidak mungkin saya diangkat sebagai pemimpin satu kaum sedang dalam kaum itu ada engkau.” Yang dimaksud oleh Umar tersebut adalah tidak ada orang yang lebih pantas untuk menduduki jabatan khalifah, melebihi Abu Bakar. Memang keutamaan Abu Bakar bukan rahasia lagi bagi para sahabat. Demikian diantara kata-kata Umar, selanjutnya seraya mengulurkan tangannya beliau berkata kepada Abu Bakar : “Ulurkan tanganmu, untuk aku bai’at.”
Setelah Umar membaiat Abu Bakar, hadirinpun segera berebut membaiat Abu Bakar sebagai khalifah. Besoknya dimasjid Nabawi diadakan pembai’atan umum dan Alhamdulillah berjalan dengan baik dan lancar, dan saat itu tidak ada satu orangpun yang protes atau tidak menyetujui pembai’atan tersebut. Hal mana karena semua sepakat, agar kekosongan pimpinan harus segera diisi. Bahkan pemakaman Nabi terpaksa diundur, karena menunggu terpilihnya Khalifah.[3]
Ketika Abu Bakar telah terpilih sebagai khalifah beliau merasa malu dan takut menuju ke mimbar Rasulullah, mimbar yang biasa digunakan oleh Rasulullah untuk menyerukan agama kebenaran. Abu bakar setelah menaiki dua tingkat beliaupun duduk, beliau tidak mau menaiki semua anak tangga dalam mimbar tersebut karena beliau tidak mau duduk di mana biasanya Rasulullah duduk. Dan setelah berada di atas mimbar, beliau menyeru kepada kaum muslimin “wahai semua yang hadir, Aku ditunjuk untuk memimpin kalian padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian, jika aku berlaku baik, bantulah aku dan jika aku berlaku buruk, luruskanlah aku. Ketahuilah! Orang lemah di tengah-tengah kalian adalah orang kuat bagiku, hingga aku ambilkan haknya. Ketahuilah! Orang kuat di tengah-tengah kalian adalah orang lemah bagiku, hingga aku ambilkan hak orang lain darinya. Taatilah aku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan jika aku durhaka, kalian tidak wajib taat padaku!
Yang membuat situasi ini lebih elegan adalah perilaku sipenyampai pidato tidak melenceng sesaatpun dan sedikitpun dari apa yang ia sampaikan. Dengan kata-kata yang agung ini, Abu Bakar meletakkan serangkaian tanggung jawab seorang pemimpin terpercaya dalam lingkup tanggung jawab dan kejujuran, sekaligus mengungkap esensi setiap kekuasaan yang baik.[4]
Dari Atha’ bin Sa’ib, ia berkata, “Ketika Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, esok harinya ia berangkat ke pasar sambil memikul kain di pundaknya untuk berdagang. Lantas ia berjumpa denan Umar bin Abu Ubaidah, keduanya bertanya, ‘Mau kemana engkau wahai khalifah Rasulullah? ‘Ke pasar,’ jawab Abu Bakar. Keduanya bertanya lagi,’ Apa yang engkau kerjakan, padahal engkau telah menjadi pemimpin kaum muslimin? Abu Bakar menjawab ‘Dari mana aku dapat memberi makan keluargaku? ‘Keduanya berkata lagi, ‘Pulanglah, nanti kami akan menetapkan jatah untukmu.’[5]
Pada awal tahun ke-13, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq telah mempersiapkan empat angkatan bersenjata. Masing-masing dipimpin oleh seorang panglima dan dikirimkan ke wilayah-wilayah tertentu dari negeri Syam. Angkatan bersenjata ini ialah:
1.        Pasukan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah untuk menaklukkan Homs
2.        Pasukan Yazid bin Abu Sufyan untuk menaklukkan Damaskus
3.        Pasukan Syurahbil bin Hasanah untuk menaklukan lembah Yordania
4.        Pasukan Amru bin Ash untuk menaklukan Palestina
Abu Bakar juga mempersiapkan pasukan Khalid bin Sa’id sebagai pasukan cadangan
Seluruh pasukan berangkat untuk menghadapi pasukan Romawi di tanah Syam. Sementara itu, pasukan Romawi menyusun satu strategi berupa diversifikasi tentara ke dalam empat divisi besar untuk menghadapi empat divisi pasukan muslimin. Tentu saja hal ini menghambat pergerakan pasukan Islam, karena jumlah pasukan Romawi lebih besar hingga mencapa 240.000 prajurit, sementara pasukan muslimin hanya 27.000 pejuang
Berbagai pertempuran berlangsung antara kaum muslimin dan romawi di berbagai front, di antaranya yang paling terkenal adalah Perang Yarmuk yang terjadi pada bulan Jumadal Akhirah tahun ke-13 H.
Akhirnya Allah menetapkan kemenangan bagi kaum muslimin dnegna bergugurannya prajurit Romawi di tanah peperangan. Gugurnya beberapa tentara yang dibelenggu dengan rantai sudah cukup untuk menjatuhkan seluruh pasukan dan situasi berakhir dengan kekalahan telak bagi pasukan Romawi dan kemenangan bagi kaum muslimin di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Lebih dari 100.000 prajurit Romawi tewas, sementara pihak muslimin hanya 3000 prajurit yang gugur.[6]



[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Abu_Bakar_Ash-Shiddiq
[2] Syarif Hidayatullah, Ilham Kesabaran Abu Bakar ash-Shiddiq (Jogjakarta: DIVA Press, 2014), 17
[3] http://www.albayyinat.net/bakrt.html
[4] Khalid Muhammad Khalid, Biografi Khalifah Rasulullah (Jakarta: Ummul Qura, 2013), 88
[5] Shalahuddin Mahmud As-Sa’id, 10 Sahabat Yang Dijamin Surga (Solo: Al-Qowam, 2012), 46
[6] Ibid., hlm. 63.

Tidak ada komentar: